Togi Manurung
Aksi nyata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditunggu masyarakat Kota Bekasi dalam tindakan nyata terhadap oknum - oknum yang menikmati, menguasai aliran dana dalam kasus mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Cs.
Aliran dana yang mengalir melalui oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan non ASN, hingga kini tak jelas statusnya atau tak terdengar lagi kabarnya dari lembaga anti rasuwa tersebut.
Penangkapan mantan Wali Kota Bekasi pada tahun 2022 banyak menyeret nama - nama penting di Pemkot Bekasi, dari mulai pejabat terendah setingkat oknum Lurah, pejabat tinggi pratama, mantan Sekretaris Daerah (Sekda), dan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi dari Fraksi PKS.
Paska penangkapan mantan Walikota Bekasi Rahmat Effendi, dari mulai oknum Lurah, Kepala Dinas, mantan Sekda dan mantan ketua DPRD ramai - ramai mengembalikan uang hasil korupsi mereka ke KPK.
Pengembalian uang yang dilakukan mereka ke KPK secara sadar atau tak sadar telah diekspos media massa, mereka menganggap sekarang hal itu biasa atau sudah selesai persoalan yang menjerat mantan Wali Kota Bekasi.
Bahkan oknum- oknum ASN di Pemkot Bekasi tersebut ada yang di promosi atau di mutasi oleh penguasa setempat tanpa melihat rekam jejak mereka satu persatu, yang mana pada akhirnya membuat kecemburuan sosial terhadap ASN yang memiliki integritas dan moralitas yang baik.
Dalam Undang -undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan,
Pasal 12B, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberi suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan dipidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun.
Pasal 12C, ayat satu, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK dan ayat duanya, penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat satu wajib dilakukan penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi itu diterima.
Kedua pasal tersebut sudah sangat jelas dan terang benderang apa yang dikatakan bahwa gratifikasi itu bisa dikatakan suap, bila si penerima tidak memberitahukan atau melaporkan gratifikasi tersebut ke KPK dalam jangka waktu tiga puluh hari kerja, bukan setelah ditemukan atau diperintahkan KPK.
Pasal 12C dituntut kesadaran secara hukum dan moral si penerima gratifikasi untuk melaporkan secara sadar atau secara sukarela.
Dalam kasus mantan Wali Kota Bekasi, para oknum tersebut mengembalikan uang hasil korupsi setelah Rahmat Effendi Cs diamankan KPK dan bernyanyi tentang aliran dana tersebut kemana saja dan darimana saja.
Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa.
Sehingga para Aparat Penegak Hukum (APH) yang memiliki wewenang dan fungsi dalam pemberantasan korupsi tidak lagi dapat melakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara-cara yang luar biasa.
Sangat diharapkan KPK melanjutkan persoalan tersebut hingga kemeja hijau agar menjadi contoh kepada ASN atau non ASN yang lainnya.
Alasannya, tindak pidana korupsi yang selalu dianggap sepele dapat membahayakan stabilitas, keamanan negara dan masyarakat bahkan dapat berdampak membudayanya tindak pidana korupsi tersebut.
Opini : Togi Manurung
Comments
Leave a Comment