Inilah sejumlah orang kurang waras yang sudah dua minggu lebih luntang lantung disepanjang jalan kota wisata Parapat membuat sebahagian wisatawan dan para pemilik rumah makan/warung nasi agak gerah karena mereka berpakaian kumal dan sebahagian sampai tembus pandang. PALAPA POS/JESS

Wisatawan Jadi Takut, Kota Parapat ‘Diserbu’ Orang Gila

SIMALUNGUN - Sudah dua minggu terakhir ini Kota Wisata Danau Toba Parapat dan sekitarnya, ‘diserbu’ tamu tak diundang yaitu 'hama orgil' (orang yang kurang waras) yang sangat mengganggu pemandangan Kota Parapat. Hal itu disampaikan warga setempat, Lusia Saragih (35), Kamis (21/2/2019).

Lusia tak serta merta mempersalahkan pimpinan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon ini, tetapi dengan lambannya mereka menangani hama orgil tersebut, tentu membuat para pemilik warung nasi dan kedai kopi lainnya menjadi geram, soalnya orgil itu kadang kala cakap kotor sambil melintas dari depan kantin mereka.

“Hal lain adalah, pakaian mereka yang kumal dan kadang (maaf...ada yang tembus pandang) membuat kita iba, namun walau dikasih pakaian yang bersih, mereka juga akan membuangnya begitu saja dan tidak mau memakainya,” kata dia.

“Kita berharap Unsur Pimpinan Kecamatan ini juga meluangkan sedikit waktunya untuk merelokasi orang-orang yang kurang waras itu agar tidak menjadi hama di daerah wisata kita, dan tidak membuat wisatawan takut, sebab mereka (orgil) itu tidak tau siapa wisatawan dan siapa penduduk lokal, ‘Namanya saja orgil’ dan tolonglah direlokasi,” pinta Lusi.

Sekcam Kecamatan Girsip, Donny Sinaga yag dikonfirmasi perihal hama orgil di kota Parapat ini menyampaikan, pihaknya akan segera melakukan 'pembersihan' tentu setelah koordinasi dengan beberapa pihak terkait, terlebih Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Satpol PP, dan Polsek Parapat.

Masih menurut Donni, orgil ini juga manusia, maka wajar mereka diperlakukan sebagaimana mestinya seperti tertulis pada Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

Masih menurut Donni Sinaga, bahwa selain itu, bagi penderita cacat mental, diatur hak-haknya dalam Pasal 42 UU HAM.

Sementara itu, Kapolsek Parapat AKP Bambang Priyatno yang dimintai tanggapannya terkait dengan 'maraknya' orang gila atau cacat mental di Kota Parapat menyampaikan, bahwa sebelum mereka dipindahkan ketempat yang lebih nyaman tentu pihaknya harus memperhatikan hak-hak penderita gangguan jiwa tersebut.

Hak mereka juga dirumuskan dalam Pasal 148 ayat (1) dan Pasal 149 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang menagatakan bahwa setiap penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.

Lalu dalam Pasal 149 UU Kesehatan disebut bahwa penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Jadi walau penangannnya tidak segampang membalikkan telapak tangan namun dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1 juga dinyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.

“Itulah sebabnya, mereka juga bagian dari Bangsa ini, maka baiklah kita perlakukan juga sebaik mungkin, sebab tak satupun di dunia menghendaki keluarganya seperti 'nasib mereka', jadi kalau Pimpinan Kecamatan meminta kerjasama dengan kita, kami siap untuk memberikan bantuan penangannya tentu setelah lintas koordinasi juga, supaya dapat tertangani dengan baik,” kata Kapolsek. (jes)

Previous Post Jokowi Tak Permasalahkan Kepemilikan Lahan Prabowo
Next PostLima Mahasiswi Pontianak Raih Finalis IndonesiaNEXT