Penerima Bantuan Pendidikan KIP di SD Sibaganding ‘Melenceng’
SIMALUNGUN - Program Indonesia Pintar (PIP) atau Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang diharapkan dapat membantu masyarakat kurang mampu diduga melenceng dari sasaran yang dituju.
Pasalnya, PIP/KIP ini justru dinikmati sejumlah siswa yang keberadaan orangtuanya jauh lebih cukup (orang kaya) dibanding siswa lainnya yang orangtuanya hanya sekdar Paragat Tuak (penderes Nira) di Nagori Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun.
“Kamipun heran, mengapa hal demikian bisa terjadi di SD Negeri Nomor 091470 Nagori Sibaganding,” kata B Sinaga (55) di Panatapan Sibaganding, Selasa (5/3/2019).
Masih menurut Sinaga, siswa si penerima kartu Indonesia pintar itu adalah salah satu anak dari pengusaha Kapal Bermotor untuk angkutan wisatawan di Danau Toba ini.
“Menurut pantauan kami kehidupan dari orang tua siswa tersebut cukup mapan dan memiliki rumah gedung serta menggunakan perhiasan emas, ibarat orang bilang mereka juga bagian dari keluarga yang lebih mapanlah di kampungnya, dan itulah fakta sebenarnya, lalu mengapa anaknya kok bisa dapat kartu Program Indonesia Pintar (PIP) atau Kartu Indonesia Pintar (KIP), bukankah PIP/KIP ini diperuntukkan kepada keluarga miskin?,” ujar Sinaga.
Seperti diketahui, Kartu Indonesia pintar (KIP) itu dikeluarkan pemerintah pusat guna membantu orang-orang yang kurang mampu atau keluarga miskin supaya pendidikan anak-anaknya bisa melanjutkan sekolah dan wajib belajar 12 tahun.
Terkait hal tersebut, salah satu orang tua siswa yang kurang mampu saat dimintai komentarnya menyampaikan keluhannya.
“Seharusnya yang menerima Kartu Indonesia Pintar itu adalah orang yang kurang mampu seperti kami ini. Tentu saya sangat kecewa dengan pendataan ini dimana ada salah satu siswa dengan kehidupan yang sangat dan terpandang di Nagori (desa) ini bisa dapat bantuan (KIP) sedangkan kami yang miskin ini diabaikan, padahal kita sudah didata,” kata dia.
Ditempat terpisah, sesuai informasi dari operator (bagian komputer) di pihak sekolah dasar tersebut, justru beralibi jikalau yang dapat KIP itu dari pusat.
“Istilahnya kita cuma membuat laporan proposal saja dan kalau dapat atau tidak, pihak atas (pusat) sanalah yang mengelolanya, kalau datang dari atas itu lah yang kami serahkan kepada penerima, jadi saya pun kurang tau pasti bagaimana cara orang itu mengambil data yang layak dapat KIP atau tidak,” katanya.
“Sebab saya sudah mengajukan semua murid-murid kami ini, namun data untuk yang dua orang ini saya tidak tau dari mana datanya masuk, jadi dua nama si penerima KIP yang diprotes warga itu bukan dari pengajuan pihak sekolah kita dan kami pun sebagai operator se Kecamatan Girsang Sipangan Bolon sudah berulang kali bertanya perihal pendataa untuk KIP/PIP ini seharusnya dimulai dari mana, sebab dalam data yang kita kirim kadang tak sepadan dengan yang kita harapkan,” tambahnya.
Masih menurut Sumber di SD Sibaganding, bahwa penerima bantuan KIP adalah siswa yang kurang mampu dan masih tergolong miskin baru bisa diusulkan oleh sekolah ke Dinas Pendidikan.
“Itulah prosedural pengajuan KIP dan tentu kami teruskan kembali ke Dinas yang terkait dengan pendidikan Sekolah Dasar untuk selanjutnya divalidasi kelengkapan syarat-syaratnya, dan selanjutnya sebagai penerima KIP/PIP tergantung yang di atas sana,” katanya. (jes)