Demo puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bekasi di depan Pengadilan Negeri Bekasi, Jalan Pramuka, Bekasi Selatan, Selasa (3/12/2019). PALAPAPOS/Nuralam

PMII Bekasi Desak PN Bekasi Buka Informasi Terkait Kasus Penyerobotan Lahan Kampung Pilar

BEKASI - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bekasi menuntut Pengadilan Negeri Bekasi untuk membuka secara jelas kasus penyerobotan lahan warga di Kampung Pilar, Kabupaten Bekasi.

Warga Kampung Pilar, Jalan Gatot Subroto, Gg. Sate Mekar RT 01 dan 02 RW 01, sebelumnya telah inkracht atas tiga putusan dari Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Tinggi Bandung dan Mahkamah Agung RI. Akan tetapi, kasus ini kembali dipersoalkan setelah adanya surat putusan Pengadilan Bekasi No.57/Eks/2011/PN.Bks. Jo. No. 234/Pdt.G/2011/PN.Bks.

Koordinator Aksi, Lintar Maulana menduga Pengadilan Negeri Bekasi mengkangkangi putusan Mahkamah Agung Nomor 1570 K/Pdr/2007, yang memenangi gugatan Eddy Chandra atas kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1347/Cikarang Kota dengan gambar situasi nomor 37176/1996.

"Atas dasar kemanusiaan, kami Pengurus Komisariat PMII Universitas Mitra Karya meminta PN Bekasi membuka informasi secara terang atas kasus tanah warga kampung Pilar, yang diambil haknya oleh Mafia Tanah," ungkapnya kepada awak media, didepan Pengadilan Negeri Bekasi, Jalan Pramuka, Bekasi Selatan, Selasa (3/12/2019).

Lintar mengaku miris, jika Pengadilan Negeri Bekasi tidak melakukan pembelaan atas warga di tanah kampung Pilar. Sebagai manifestasi Tuhan, Pengadilan Negeri Bekasi menjadi garda dalam memperjuangkan hak kemanusian dan keadilan hukum.

"Kami telah menemui pihak PN Bekasi, mereka tidak bisa membuka informasi secara menyeluruh karena itu hak privasi seseorang. Tapi ada beberapa tuntutan kami, yang seharusnya itu bisa di publikasikan ke kami. Hasil tersebut tidak memuaskan bagi kami, sebab itu, besok Rabu (4/12/2019), kami akan turun dengan massa yang lebih banyak, bersama Fowapti dan warga kampung pilar yang menjadi korban dari mafia tanah," terangnya.

Kasus tanah Pilar telah terjadi pada tahun 2003 lalu, namun upaya oknum untuk menguasai tanah warga masih dilakukan hingga hari ini. Padahal, kata Lintar, warga telah memperoleh haknya atas keluarnya surat putusan Mahkamah Agung di tahun 2007 lalu.

"Kasus ini tidak akan selesai, jika para elite negeri ini tidak membrangsunya. Warga kampung Pilar yang berjumlah 120 Kepala Keluarga dengan luas tanah 1,6 Heaktar secara menyeluruh dari dua RT, telah menang atas putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung. Tapi anehnya, Putusan Pengadilan Negeri Bekasi nomor 234/Pdt.G/2011/PN. Bks, warga diminta untuk segera mengosongkan rumahnya, meninggalkan tanahnya, tanpa ada sosialisasi atau informasinyang diberikan, padahal itu tanah hak warga," pungkasnya. (lam)

Previous Post Tiga Fraksi Tidak Diikutsertakan dalam Penetapan AKD DPRD Tebing Tinggi
Next PostPengadilan Negeri Bekasi Tuding Demo Tanah Pilar Ditunggangi