
Jembatan Rambing Hutabarat salah satu akses vital penduduk dan menuju pertanian hampir ambruk. PALAPA POS/ Alpon Situmorang
Maraknya Penambangan Pasir ilegal Diduga Penyebab Ambrolnya Jembatan Rambing Hutabarat
TAPANULI UTARA- Ambrolnya jembatan Rambing Hutabarat di Desa Parbajutoruan, Kecamatan Tarutung, Tapanuli Utara diduga akibat maraknya penambangan pasir di aliaran sungi mulai dari Desa Hutagalung hingga Pancurnapitu Kecamatan Siatas Barita.
Jembatan tersebut kondisinya hampir rubuh dengan pondasi sebagai landasan tiang pancang terkena abrase sungai Situmandi yang meluap Sabtu lalu.
Kepala Desa Parbajutoruan Tohom Hutabarat kepada media membenarkan peristiwa bencana alam yang terjadi Sabtu pukul 04:00 WIB dini hari mengikis tebing sebagai penahan pondasi jembatan yang dibangun sekitar tahun 70-an tersebut.
"Hujan lebat salah satu pemicunya, akhirnya konstruksi jembatan rambing yang berlantaikan plat baja ditopang tali sling miring ambrol. Agar tidak terganggang mobilisasi masyarakat ke lahan pertanian perlu segera diperbaiki, kalau tidak akan semakin parah dan memutus akses masyarakat,"ungkap Tohom, Selasa (31/8/2021).
Sebut Tohom, pemicu rabuhnya pondasi jembatan direhap tahun 2017 lantai menjadi plat baja serta tali sling baja perlu cepat akibat semakin dalamnya alur sungai.
"Saat ini tidak ada lagi penahan pondasi akibat eksplorasi pasir di hilir yakni Hutagalung hingga Pancurnapitu dengan cara menggunakan mesin penyedot," kata dia menjelaskan.
Tohom menyebutkan pihaknya telah menyampaikan masalah tersebut ke Camat Tarutung dan bermohon agar ditangani segera.
"Paling terdampak rusaknya jembatan itu, yakni Desa Parbajutoruan, Hapoltahan, Sosunggulon dan Kelurahan Partalitoruan. Selain pemukiman penduduk yang berada di seberang, ada juga wilayah makam milik masyarakat juga terdapat disana,"tambahnya.
Tohom berharap, bila nantinya jembatan itu dibangun konstruksinya bisa dilalui roda empat.
"Kalau lahan untuk pelepasan warga sudah mau merelakan, bagaimanapun jembatan itu merupakan kebutuhan vital bagi warga," pungkasnya.
Hendrik Hutabarat , salah seorang warga sekitar menceritakan, pada awal era 1970 -an jembatan dibangun, dan sejak dulu ramai dikunjungi masyarakat karena lokasinya menarik.
"Memang objeknya menarik, apalagi ketika itu belum banyak destinasi wisata di Silindung dan sekitarnya. Hingga sekarang pun memang masih ada pengunjung, tetapi tidak seramai waktu lalu," terangnya.
Setelah lebih kurang 30 tahun berlalu masa emasnya masih tetap bertahan sebagai destinasi hingga tahun memasuki era tahun 2000-an, tetapi perlahan mulai tergerus dengan munculnya destinasi lainya di wilayah Tapanuli.
Kepala Dinas PUPR Taput Dalan Simanjuntak menjelaskan, pihaknya saat ini masih memikirkan langkah tepat terhadap pemulihan dan perbaikan jembatan.
"Tentu ini terkait anggaran, dan mungkin membutuhkan anggaran ratusan juta. Jadi soal rancang bangunnya harus kita lakukan dengan cermat disesuaikan dengan ketersediaan anggaran,"ungkapnya
Penulis: Alponso