Kasus penyalahgunaan dana oleh ACT naik penyidikan
JAKARTA - Bareskrim Polri meningkatkan status kasus dugaan penyalahgunaan dana oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
“Kasus dugaan penyelewengan dana Yayasan ACT perkara ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan,”kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022).
Peningkatan status perkara setelah penyidikan melakukan gelar perkara, dan sebelumnya penyidik memeriksa sejumlah saksi dan temukan dua bukti permulaan yang cukup.
Saksi yang sudah diperiksa berjumlah empat saksi, yakni pendiri ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, manajer operasional serta bagian keuangan ACT. Pemeriksaan ini terkait dugaan penyelewengan dana sosial ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi 2018 lalu.
Dugaan penyelewengan dana sosial dilakukan oleh pengurus ACT yakni mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
Selain memeriksa saksi-saksi, penyidik juga melakukan audit keuangan terhadap dua sumber pendanaan yang dikelola oleh ACT dan akuntan public, pertama pengelolaan dana sosial kepada 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 senilai Rp2 miliar lebih untuk setiap korban dan dengan total Rp138 miliar, karena pihak ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial yang diterimanya dari pihak Boeing ke ahli waris korban termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan ACT.
Audit berikutnya untuk dana donasi yang diterima ACT dari berbagai pihak dengan jumlah Rp60 miliar setiap bulannya bersumber dari, donasi masyarakat umum, donasi kemitraan, perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi atau kelembagaan non korporasi dalam negeri maupun internasional, donasi dari komunitas, dan donasi dari anggota lembaga.
“Donasi-donasi terkumpul sekitar Rp600 miliar setiap bulannya dan langsung dipangkas atau dipotong oleh pihak ACT sebesar 10 persen sampai dengan 20 persen atau Rp6 miliar sampai dengan Rp60 miliar untuk keperluan pembayaran gaji pengurus dan seluruh karyawan, dan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut,"ucap Nurul. (ant/red)