Alat berat sedang melakukan pemerataan bangunan semipermanen di Kampung Poncol Bulak, Jakasetia, Bekasi Selatan, Kota Bekasi. PALAPA POS/Nuralam

Alat Berat Kembali Ratakan Kawasan Kampung Poncol Bulak Bekasi Selatan

BEKASI - Alat berat kembali menderu di Kampung Poncol Bulak, Jakasetia, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Selasa (3/9/2019). Kedatangannya untuk melanjutkan proses pemerataan bangunan semipermanen setelah sehari sebelumnya sempat mendapat perlawanan warga setempat.

Kehadiran alat berat telah menjadi momok menakutkan bagi warga setempat setelah tiga tahun lamanya terlunta-lunta. Itu terjadi setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi meratakan bangunan yang dihuni sekitar 200 KK pada 25 Oktober dan 1 November 2016, tanpa menerima uang kerohanian sepersen pun.

Saat itu, pemerataan tanah yang diklaim milik Perumahan Jasa Tirta (PJT) II (di bawah Kementerian PUPR) diperuntukan untuk pembangunan jalan raya dengan lebar 14 meter. Selama tiga tahun mereka berjuang dan bertahan di atas reruntuhan bangunan yang sebelumnya mereka diami. Alasannya, tindakan Pemkot Bekasi disinyalir malaadministrasi. Musababnya, tanah yang dihuni sejak dekade 80-an berstatus tanah negara bebas atau tak dimiliki oleh siapapun.

Status negara bebas itu merujuk pada tidak termuatnya pada peta interaktif Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi yang menghimpun inventarisasi tanah di Kota Bekasi. Atas dasar itu, warga pun mengajukan status quo. Namun, pelayangan surat pada 20 Agustus itu tidak dikabulkan dengan alasan tanah tidak bersertifikat.

Dua pekan selanjutnya, bukannya mendapat angin segar berkaitan status quo, alat berat justru malah menderap di Kampung Poncol Bulak. Tepatnya di RT RT 02 RW 017. Hal itu membuat warga bertanya-tanya. Mengingat, rentetan pengiriman alat berat tak pernah disertai dengan alat bukti pemerintah atas kepemilikan tanah tersebut.

“Bahwa ini tercatat bulan milik siapapun. Kami meminta tunjukan bukti klaim itu tidak pernah bisa diperlihatkan. Karena memang aset pemerintah (pusat) tidak memiliki alat bukti yang kuat,” ujar Khairin Sangaji, pendamping warga dari Solidaritas Bekasi Raya dan Aliansi Rakyat Anti Penggusuran di lokasi, Selasa (3/9/2019).

Khairin mengatakan apa yang dilakukan warga sudah sesuai dengan jalur hukum. Mengingat, berdasarkan UU Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960, tentang dasar-dasar pokok agraria, bahwa warga yang mendiami di tanah berstatus negara bebas bisa mengantongi status qup. Karena sudah mendiami lebih dari 20 tahun dan memiliki etikad baik untuk merawat tanah tersebut.

“Mau sampai kapan akan membohongi warga. Ini status tanah negara bebas, untuk apa alat dan orang-orang represif didatangkan ke sini,” sesalnya.

Sementara itu, Kabid Bina Marga Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bekasi, Widayat Subroto mengungkapkan, pemerataan tanah itu dilakukan oleh petugas PUPR Kota Bekasi dan satuan tugas tingkat kecamatan. Dia mengatakan pengosongan tanah diperuntukan program Kementerian PUPR. “Bukan untuk Pemkot Bekasi,” katanya singkat. (lam)

Previous Post Wapres JK Minta Bendera ‘Bintang Kejora’ Papua Diubah
Next PostPresiden Jokowi: Indonesia Perlu ‘Payung’ Antisipasi Resesi Ekonomi