Suasana berlangsungnya pertunjukan sendratari yang berjudul Warna Danau yang diproduksi BPNB Aceh pada Sabtu (13/11/2021) malam di Hotel Labersa, Balige, Kabupaten Toba. PALAPA POS/ Desi

Sebelum Tampil Perdana, Thompson Hs Ceritakan Sembilan Bulan Persiapan

TOBA - Beberapa tahap dilakukan pihak penyelenggara sendratari yang berjudul Warna Danau dalam kurun waktu hampir sembilan bulan hingga tampil perdana di Balige pada Sabtu (13/11/2021).

Pelatih dan kurator Thompson Hs mengisahkan perjalanan pelatihan selama sembilan bulan dimulai dari tahap rekrutmen 20 orang kaum muda diseleksi dari berbagai sanggar yang tersebuar di kawasan Danau Toba. Mereka mewakili empat puak, yaitu Toba, Karo, Simalungun, dan Pakpak.

“Seleksi dilakukan di Simalungun pada tanggal 9 hingga 12 April 2021, di Desa Meat pada tanggal 2 hingga 6 Juni 2021, dan di Dairi tanggal 15 hingga 18 Juni 2021,”ungkap Thompson Hs, Minggu (14/11/2021).

“Lanjutnya, pelatihan sendratari dimulai tanggal 18 hingga 31 Juli 2021 di Sopo KSPPM Parapat, Sumatera Utara,”kata maestro Opera Batak tersebut.

BACA JUGA: Ini Alasan Kabupaten Toba Dipilih Penampilan Perdana Sendratari Berjudul Warna Danau

BACA JUGA: Empat Puak Budaya Kawasan Danau Toba Dipertunjukkan Perdana di Balige

Pria penerima Anugerah Kebudayaan dari Kemendikbud RI tahun 2016 tersebut menjelaskan, pertunjukan sendratari menampilkan warisan budaya tak benda asal empat puak dari delapan penjuru penjaga Danau Toba.

“Warna Danau hadir dalam bentuk sendratari yang mengangkat keberagaman dari empat puak di kawasan Danau Toba, menceritakan indahnya danau sambil memperkenalkan warisan budaya tak benda dalam bentuk tarian, musik, ritual hingga hentakan kaki para petarung mossak,”sambungnya.

Lanjut dia menuturkan, pertunjukan sendratari tersebut akan dilanjutkan di Jakarta, Padang, dan Medan, dengan harapan kaum muda masa kini tetap melestarikan warisan budaya yang ada di kawasan Danau Toba.

Selanjutnya, ia menjelaskan perihal nama warisan budaya tak benda yang ditampilkan di atas panggung tersebut.

“Pertama Guro-guro Aron dari Karo. Guro-guro artinya senda gurau atau bermain. Sedangkan aron artinya muda-mudi dengan usia yang tak dibatasi dalam sebuah kelompok kerja berbentuk arisan untuk mengerjakan ladang,”terangnya.

Sehingga, Guro-guro Aron dapat diartikan pertunjjukan seni budaya Karo yang dilakukan muda-mudi yang terdapat dalam kelompok kerja mengerjakan ladang, dengan menampilkan gendang Karo dan perkolong-kolong (penyanyi) diiringi tarian.

“Ada juga yang disebut dengan Gendering Sisibah dari Pakpak, merupakan seperangkat alat musik terdiri dari sembilan gendang dimainkan 8 hingga 9 pemain musik. Ada juga hasapi dari Toba, Merdang-merdem dari Karo, dan masih banyak lagi warisan tak benda dari kawasan Danau Toba,”ujarnya.

Dari amatannya, keberagaman budaya di kawasan Danau Toba belum tergali secara baik melalui dunia seni pertunjukan, terutama diatas panggung bergengsi.

“Persamaan dan perbedaan dalam keragaman tersebut dapat diracik melalui sebuah pertunjukan yang bersumber, misalnya pola silat yang disebut dengan dihar, ndikkar, mossak. Dalam seni ritual, ada yang disebut dengan huda-huda, hoda-hoda, mangkudakudai, gundala-gundala atau tembut-tembut. Ada juga iringan musikal pada setiap tarian, dan peristiwa-peristiwa yang terkait pada entitas budaya tersebut,” pungkasnya.

Penulis : Desi

Previous Post Ini Alasan Kabupaten Toba Dipilih Penampilan Perdana Sendratari Berjudul Warna Danau
Next PostJuru Parkir di Mini Market Bukan Termasuk Pungli