Pengamat: Semua Ormas Wajib Taat UUD 1945 Dan Pancasila
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai semua organisasi masyarakat (ormas) di Indonesia wajib taat terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
"Semua ormas tanpa kecuali sepanjang itu di Indonesia harus taat konstitusi kita yaitu UUD 1945, dan juga harus berbasis pada ideologi kita, Pancasila," ujar Emrus dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (6/12/2019). Emrus mengaku sepakat terhadap keberadaan Undang-Undang Ormas dengan peraturan turunan yang mendukung UU tersebut. Menurut dia, UU itu harus ditaati seluruh ormas, sebaliknya bila ada ormas yang menolak persyaratan itu, tentu itu menjadi wewenang pemerintah untuk tidak memberikan izin. "Jadi jangan diartikan bahwa pembuatan aturan yang harus ditaati sebuah ormas dianggap sebagai sesuatu yang melanggar konstitusi. Itu tidak. Oleh karena itu turunan daripada UUD 1945 dibuat UU Ormas. Dengan demikian persyaratan seperti tertuang di UU itu harus dipenuhi seluruh ormas," ucap dia. Direktur eksekutif Lembaga Emrus Corner ini menambahkan bahwa Pancasila dan UUD 45 dirumuskan para pendiri bangsa dengan pertimbangan sangat dalam dan matang. Ia menegaskan, semua ormas termasuk ormas agama apapun di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. "Jangan diartikan ideologi itu seolah-olah di atas agama, jangan sampai diartikan ke sana. Menurut saya, ideologi dan agama itu harus inline atau satu garis yang tidak bertentangan," jelas Emrus. Dia meyakini, kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri sangat hati-hati dalam menjalankan aturan terkait izin ormas. "Bernegara harus ada ideologi, bernegara harus ada konstitusi, harus ada aturan. Coba bayangkan kalau tidak ada ideologi, apa yang menjadi dasar kita berpijak dalam berbangsa dan bernegara?" tanya Emrus. Sementara itu, terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 tentang penanganan radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), Emrus mengajak semua pihak untuk melihat secara objektif dan proporsional. Dalam pandangannya SKB tersebut hanya untuk mencegah ASN menyebarkan paham radikal "Bila didalami makna yang tertera pada 11 poin yang ada di dalam SKB tersebut sangat bagus dan produktif. Dari segi isi, saya belum menemukan narasi yang membatasi kreativitas ASN dalam melaksanakan tugasnya serta tidak ada satu kata atau kalimat yang bisa menjadi legalisasi menuduh seorang ASN yang kritis sebagai radikal," kata dia.
Menurut dia, hal tersebut merupakan contoh kreativitas ASN yang profesional dan sekaligus melakukan fungsi pendidikan bagi masyarakat dalam melaksanakan tugasnya. Adapun dari sudut kritis, kata Emrus, dengan SKB ini justru setiap ASN dalam suatu instansi pemerintah menjadi lebih kritis. Misalnya, sesama anggota ASN dapat menilai secara kritis perilaku ASN yang lain membentuk kelompok eksklusif. (ant/red)