Bupati Taput Nikson Nababan dihadapan awak media berharap kewenangan pengelolaan SMA/SMK dikembalikan ke Kabupaten/Kota. PALAPAPOS/Alpon Situmorang

Bupati Taput Minta Kewenangan Pengelolaan SMA/SMK Dikembalikan

TARUTUNG - Peralihan kewenangan SMA/SMK sederajat dari Pemerintah Kabupaten ke Pemerintah Provinsi, itu sebagai dampak dari adanya perubahan Undang-undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah UU No 32 tahun 2004 menjadi yang sekarang sudah berlaku UU No 23 tahun 2014 dan membawa problem baru.

Dimana secara khusus, kewenangan yang telah berlaku sejak Januari 2017 punya plus minusnya terutama bagi Kabupaten Tapanuli Utara yang punya visi misi menjadikan "Lumbung SDM Berkualitas". 

Pemkab dibawah kepemimpinan Bupati Nikson Nababan, dahulu memiliki program 27 Sekolah Menuju Unggulan dari SD hingga SMA, kini terpaksa patah arang.

Pasalnya, sejak ditariknya kewenangan itu, sejumlah SMA/SMK yang masuk program menuju unggulan kandas akibat seluruh personil, aset ataupun operasional manajemen sekolah berada di Provinsi.

Hal ini membuat Pemkab Taput tidak bisa lagi mencampuri proses belajar mengajar apalagi menggelontorkan anggaran berupa insentif untuk stimulasi baik bagi guru maupun pelajar seperti yang diterima SMAN 3 Tarutung sebelumnya.

Sebelum dialihkan, ke Provinsi SMAN 3 Tarutung banyak menelurkan lulusannya berprestasi bahkan pernah sekali seluruh alumninya diterima diberbagai PTN favorit selain berbagai raihan prestasi lainnya.

Prestasi SMAN 3 Tarutung sering menghiasi berbagai media, namun sejak diambil alih Provinsi seakan-akan prestasi itu tidak segemerlap sebelumnya.

Uang sekolah gratis tidak bisa lagi dinikmati mereka, karena kebijakan Pemkab yang dulu menggratiskan tidak berlaku di Provinsi siswa diharuskan membayar.

Belum lagi para guru yang hendak berurusan harus lelah dan mengeluarkan ekstra uang ke Medan. Hal itulah yang melatar belakangi Bupati Taput Nikson Nababan meminta kewenangan itu dikembalikan lagi.

Dikatakannya, ketika SMA/SMK di bawah Bupati/Wali Kota, anggaran bisa langsung diberikan karena bisa tahu apa yang dibutuhkan masing-masing sekolah.

Belum lagi fungsi kontrol dapat dilakukan secara langsung dan bisa menyelesaikan apa permasalahan di sekolah tersebut.

"Saya ragu Gubernur bisa turun dan mampu mengontrol SMA/SMK di 33 Kabupaten/Kota. Walaupun punya Kacabdis di wilayahnya tapi itu belum efektif dibandingkan Kadis di daerah itu langsung seperti selama ini," ujarnya, Kamis (13/6/2019) malam dihadapan awak media.

Lebih jauh, Nikson mengatakan, SMA/SMK ditarik ke Provinsi merupakan dilema bagi visi misi Lumbung SDM berkualitas.

"Lulusan SMA/SMKlah yang kita harapkan akan jadi Lumbung SDM berkualitas, makanya kita siapkan anggaran pendukung untuk sekolah menuju unggulan termasuk SMA/SMK," katanya.

Terkadang masyarakat tidak mengerti, ketika ada pungutan di SMA/SMK, turunnya kualitas pendidikan, Pemkab dicerca dan diserang padahal bukan lagi kewenangan kita.

"Kalau dibawah kendali kita, bila kualitas lulusannya menurun wajar kita dipersalahkan. Tapi ini, bukan dibawah kendali kita," tambahnya.

Untuk itu, Bupati Nikson berharap UU No 23 tahun 2014 itu direvisi sehingga kewenangan SMA/SMK dikembalikan ke daerah dan Bupati pasti punya tanggung jawab memajukan pendidikan di daerahnya.

"Hanya itu permintaan kita, dikembalikan saja sehingga Saya selaku Kepala Daerah punya otoritas penuh meningkatkan kualitas lulusan SMA/SMK," pungkasnya. (als)

Previous Post Truk Sarat Muatan Terbalik di Simasom Pahae Julu
Next PostJokowi Minta Kepolisian Usut Tuntas Kericuhan 22 Mei 2019