
PT TPL di Sosor Ladang Porsea, Tobasa memberikan satu persen dari pendapatan bersih untuk CD/CSR demi kesejahteraan masyarakat sekitar. PALAPAPOS/Istimewa
Pengelolaan Dana CSR Toba Pulp Lestari Dipertanyakan
TOBASA - Intensitas ‘Proyeknisasi’ terkait perbaikan jalan, pembuatan lapen, bantuan ke rumah-rumah ibadah, bantuan ke sekolah, dan berbagai bantuan lainnya yang ditengarai bersumber dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan Community Development (CD) atau satu persen penjualan bersih PT TPL diberbagai wilayah kerja PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) mencuat, setelah banyak pihak meragukan pemenang tender untuk pelaksanaan CRS tersebut.
Sebagian masyarakat sekitar mempertanyakan proses tender bernilai ratusan juta serta keterbukaan kepada publik, terkait waktu, lokasi tendernya dan klasifikasi 'tender proyek' dari CSR PT TPL itu.
Salah seorang warga Porse, MS Manurng (45) kepada palapapos.co.id, pada Kamis (8/8/2019) mengatakan, bahwa pihak PT TPL kini sudah kembali merasa lebih hebat, dan sepertinya sudah melupakan 'tragedi Indorayon' dulu.
PT Toba Pulp Lestari berdalih adanya Akte 05 Paradigma Baru, dimana isi Akte 05 memungkinkan pihak TPL berhak mengelola dana pemberdayaan masyarakat secara langsung.
"Pengelolaan dilakukan PT TPL merupakan alibi agar CD/CSR dapat secara efektif dan tepat manfaatnya dirasakan masyarakat. Itulah yang pernah mereka sampaikan kepada kita, dan kami catat itu!," tegas Manurung.
Lebih jauh, Manurung juga menceritakan, bahwa ketentuan CD/CSR telah diatur dalam Undang Undang tentang Perseroan Terbatas tahun 2007. Untuk itu, sambungnya, pelaksanaan CD/CSR yang dijalankan secara langsung sebagaimana tertuang dalam Akta 05 telah sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku..
Persoalannya, adalah kapan dan berapa sebenarnya dana CSR/CD PT TPL ini berikut kisaran jumlahnya. "Sejak tahun 2015, kita pun tidak tahu lagi. Mohon diumumkanlah, sebab dana CD/CSR itu adalah hak rakyat dan harus saling terbuka. Jangan membentuk kelompok tertentu yang dianggap 'mendewakan PT TPL'," beber.
Diketahui, bahwa penerima jatah CD/CSR dari PT TPL yang dulunya bernama 'PT Indorayon' ini, diantaranya Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi, Pakpak Bharat, Simalungun, Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara (Paluta), dan Asahan, kini banyak dikerjakan langsung dan dikordinir pihak manajemen PT TPL melalui sejumlah stafnya dilapangan.
Padahal, tender yang dilakukan diduga tidak memenuhi unsur klasifikasi, karena tidak diberitahukan secara luas, seperti yang disampaikan salah seorang warga lainnya, B Butarbutar (56), di Lumbanjulu, Kabupaten Tobasa.
Selain itu, jumlah jatah CD/CSR PT TPL kepada daerah yang sudah ditentukan saat ini sudah jarang terekspos membuat masyarakat heran dan seolah tak percaya lagi.
“Saya heran dengan cara pencairan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan Community Development (CD). Menurut dugaan kami, kini seolah menjadi ajang proyeknisasi pihak manajemen PT TPL, apakah dengan paradigma barunya kini semakin terbarukan sehingga masyarakat di wilayah cakupan PT TPL ini sudah puas dengan cara kerja yang dibuat PT TPL di kampung kita ini?,” Kata Butarbutar.
Selanjutnya, warga lainnya M Sitorus mengatakan, dulu pencairan CD/CSR PT TPL disalurkan melaui berbagai Yayasan. Sesuai MoU dan akta sesuai Akta 54, PT TPL wajib mengalokasikan satu persen dari hasil penjualan Pulp per tahun ke lima kabupaten di Sumut (dan kini sudah ada beberapa daerah yang ditambahkan).
Lalu, PT TPL yang berlokasi di Sosor Ladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Tobasa tersebut hingga kini secara khusus untuk Pemkab Tobasa. Sebagian masyarakat kami justru kurang memahami lagi bagaimana cara PT TPL untuk mencairkan dan mempergunakan CSR/CD PT TPL dengan sistim proyeknisasi yang langsung dikerjakan, apakah ala swadaya atau swakelola. Mereka yang juga seolah mengikutkan warga sebagai tukang dan menjadi buruh bangunan di setiap proyek yang dikerjakan PT TPL itu," jelas Sitorus.
Selanjutnya, warga lainnya R Manurung (50) di Porsea Tobasa menuturkan, sejatinya pengalokasian dana CSR/CD itu disalurkan langsung kepada Pemkab masing-masing. "Jika pihak TPL komplain dengan hasil laporan Pemkab yang menerima dana CSR/CD dimaksud, PT TPL dapat menurunkan tim audit dari akuntan publik," kata Manurung.
Lebih jauh, Manurung mengungkapkan, seharusnya isi dari Akta 54 itu yang ditagih juga sekarang, bahkan jatah per tahun CD/CSR Pemkab Tobasa ini pun, pihaknya sudah tidak tahu. "Pihak PT TPL sudah merasa lebih aman dengan cara mereka seperti saat ini. Saya pikir mereka jangan lupa sejarah 'Indorayon' di kampung halaman kita ini," cetus Manurung.
Sementara itu, pihak dari manajemen PT TPL melalui Norma Hutajulu saat dikonfirmasi menyampaikan beberapa hal, diantaranya bahwa sistim tender yang dilakukan saat ini sejak adanya perubahan akta 54 menjadi 05.
Kemudian perihal Audit dana CD/CSR, menurut Norma, bahwa audit internal dilakukan TPL, sedang audit eksternal akan diproses tim independen dengan menunjuk akuntan publik yang independen, dan mengawasi pengerjaan proyek dilapangan adalah dari staf sipil TPL, untuk memastikan pekerjaan sesuai spesifikasi (kualitas dan kuantitas).
Apabila tidak sesuai dengan kualitas dan kuantitas, maka akan diberikan teguran langsung di lapangan, hingga pemberian surat teguran agar kontraktor segera memperbaiki.
Konsekuensi dari ketidaksesuaian kualitas dan kuantitas akan dilakukan pengurangan nilai tagihan (pembayran atau bahkan tidak dibayarkan), selanjutnya rocurement akan menginformasikan ke kontraktor bila ada pekerjaan dari CD TPL.
Perihal penggelontoran dan penggunaan dana CD/CSR dimasing-masing wilayah Kabupaten PT TPL, Norma juga menyampikan bahwa TPL berkoordinasi langsung dengan dinas terkait atas bantuan ke sekolah, kesehatan, dan dilihat juga dari kebutuhan dasar yang paling mendesak. (jes)