Ilustrasi, PALAPAPOS/Istimewa

Elpiji Subsidi di Taput, Semakin Dirazia Semakin Langka

TAPANULI UTARA - Masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara mengeluhkan kelangkaan gas bersubsidi 3 kg. Melihat kenyataan itu, dalam upaya mengatasi keluhan warga baik beredar di media sosial maupun di masyarakat, Pemkab dan Kepolisian turun melakukan razia. Namun anehnya, ketika dilakukan razia justru sas elpiji semakin sulit ditemukan, jika pun ada harganya tetap tinggi.

Harga gas elpiji subsidi yang peruntukannnya tertulis di tabung 'untuk warga miskin' berdasarkan penelusuran palapapos.co.id, harganya cukup bervariatif baik itu Rp23-25 ribu di pangkalan, bahkan bisa menyentuh Rp27 ribu dipengecer.

Tentunya dengan harga HET Rp18 ribu di pangkalan (ketentuan Pertamina), berbeda dengan fakta dilapangan warga membeli hingga Rp27 ribu (jika stok ada). Harga sedemikian tidak bisa lagi disebut wubsidi dan bisa disebut 'Barang Subsidi dibeli dengan harga Non Subsidi'.

Menurut Jhon Hutasoit kepada palapapos.co.id, Sabtu (7/9/2019) mengatakan, kelangkaan Elpiji ini salah satunya termasuk lemahnya pengawasan Bagian Perekonomian Setdakab Taput. Dikatakannya, kalau melihat kelangkaan, jangan ke hilir tapi lihat ke hulu apa penyebabnya.

"Pernah tidak Bagian Perekonomian turun langsung melihat alur maupun distribusi gas elpiji mulai dari awal penjemputan di Sibisa Tobasa," ungkapnya.

ia juga menambahkan, apakah bagian perekonomian juga pernah tidak mengecek berapa harga jual di pangkalan yang pastinya diatas HET rata-rata.

"Disinilah perlu ketegasan mereka, bila perlu dicabut izin pangkalan yang nakal, jangan hanya turun habis itu tidak dipantau lagi. Saya yakin pasti ada dana monitoring yang ditampung untuk memantau barang subsidi," katanya.

Jhon mengatakan, setidaknya perlu kajian apakah kebutuhan Taput sudah pas atau justru bertambah melihat semua memakai Gas Subsidi.

"Kalau perlu, Pemkab melalui Perekonomian menempelkan stiker di rumah makan ataupun pujasera ataupun restoran 'Tidak Menggunakan Gas Elpiji Subsidi' sebagai efek malu bila memakai," tukasnya.

Berdasarkan informasi agen, bahwa pihaknya tidak bisa mempermainkan harga elpiji subsidi. "Kami ke pangkalan tetap menjual harga HET yakni Rp16.500 dan itu melalui transferan serta laporannya ke Pertamina," ungkap pengawas PT Brandli Familindo Briman Tampubolon.

Anehnya, sebut Briman, justru semakin dirazia, gas elpiji semakin langka. "Ada 27 pangkalan dibawah kendali kita, kan tidak semua bisa di monitoring. Ini kan perlu pengawasan dari instansi berwenang," katanya.

Senada dikatakan, Benni Aritonang, pelaksana agen BPS Koperasi Samudra Indah bahwasanya harga tabung Gas Elpiji ke pangkalan mengacu HET. "Dan memang ada pangkalan nakal ya, tapi juga perlu kajian dan pengawasan ketat karena pemakainya tidak tepat sasaran," katanya.

Disamping itu, Benni menyarankan sebaiknya dicek kembali kebutuhan Gas Elpiji Subsidi yang dari dulu tetap. "Kita bisa lihat kasat mata, semakin berjamurnya UKM, pusat jajanan ataupun pengusaha makanan yang memakai tabung Elpiji Subsidi. Kebutuhan mereka cukup tinggi, kalau mereka menggunakan tabung gas non Subsidi pasti tidak akan langka," pungkasnya.

Sementara itu, Kabag Perekonomian Fajar Gultom saat dikonfirmasi hingga berita ini diturunkan belum bisa dihubungi. (als)

Previous Post Bupati Taput Ramah Tamah Bersama Mahasiswa dan Perantau di Palangkaraya
Next PostMenteri LKH Klaim Tidak Ada Lagi Asap Di Lintas Batas Indonesia