Sektetaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa saat menjadi saksi sidang kasus Meikarta di PN Tipikor Bandung, Jawa Barat. PALAPA POS/Istimewa

BANDUNG - Sektetaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa yang menjadi tersangka dalam pengembangan kasus suap izin proyek Meikarta mengatakan dirinya siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus hukum yang menimpa dirinya dan mengungkap kasus suap Meikarta.

"Saya akan menaati, mengikuti serta bersikap kooperatif sebagai bentuk tanggungjawab saya untuk turut membantu KPK dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Iwa Karniwa dalam siaran tertulis yang diperoleh wartawan, di Bandung, Selasa (30/7/2019).

Iwa mengatakan terkait penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dirinya menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berjalan.

"Saya menghormati penetapan ini sebagai proses saya memperoleh keadilan dan kebenaran di mata hukum," kata dia.

Baca Juga: Ridwan Kamil Prihatin Sekda Jabar Tersangka Suap Meikarta

Berikut ialah keterangan tertulis Iwa Karniwa terkait penetapan status tersangka oleh KPK kepada dirinya.

Bismillah,

Atas penetapan status tersangka pada saya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, saya menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berjalan.

Saya akan menaati, mengikuti serta bersikap kooperatif sebagai bentuk tanggungjawab saya untuk turut membantu KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

Saya menghormati penetapan ini sebagai proses saya memperoleh keadilan dan kebenaran di mata hukum.

Terima kasih banyak

Ttd
Iwa Karniwa

Sebelumnya KPK menetapkan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat 2015-sekarang Iwa Karniwa sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap izin proyek Meikarta.

"Sejak 10 Juli 2019 KPK melakukan penyidikan untuk tersangka IWK (Iwa Karniwa), Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat 2015 - sekarang dalam perkara dugaan suap terkait dengan Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Senin (29/7/2019) malam.

Konstruksi perkara tersebut adalah Neneng Rahmi Nurlaili selaku Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi pada tahun 2017 menerima sejumlah uang terkait dengan pengurusan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi yang kemudian diberikan kepada beberapa pihak dengan tujuan agar memperlancar proses pembahasannya.

Baca Juga: KPK Tetapkan Sekda Jabar Iwa Karniwa Tersangka Kasus Suap Meikarta

Sekitar bulan April 2017, setelah masuk pengajuan Rancangan Perda RDTR, Neneng Rahmi Nurlaili diajak oleh Sekretaris Dinas PUPR Hendry Lincoln untuk bertemu pimpinan DPRD di Kantor DPRD Kabupaten Bekasi.

Pada pertemuan tersebut Sekretaris Dinas PUPR Hendry Lincoln menyampaikan permintaan uang dari pimpinan DPRD terkait pengurusan tersebut. Setelah Rancangan Perda RDTR Kabupaten Bekasi disetujui oleh DPRD Bekasi dan dikirim ke Provinsi Jawa Barat untuk dilakukan pembahasan.

Namun Raperda tidak segera dibahas oleh POKJA Badan Koordinasi Penataan ruang Daerah (BKPRD) sedangkan dokumen pendukung sudah diberikan.

"Didapatkan informasi bahwa agar RDTR diproses Neneng Rahmi Diani harus bertemu dengan tersangka IWK selaku Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat," tambah Saut.

Neneng Rahmi kemudian mendapatkan informasi bahwa Iwa Karniwa meminta uang Rpl miliar untuk penyelesaian proses RDTR di provinsi

Permintaan tersebut diteruskan pada salah satu karyawan PT. Lippo Cikarang dan direspons bahwa uang akan disiapkan. Beberapa waktu kemudian pihak Lippo menyerahkan uang pada Neneng Rahmi pada sekitar Desember 2017 dalam dua tahap.

"Neneng Rhami melalui perantara menyerahkan uang pada tersangka IWK dengan total Rp900 juta terkait dengan pengurusan RDTR di Provinsi Jawa Barat," ungkap Saut.

Atas perbuatannya Iwa Karniwa diduga melanggar pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar. (ant)

Comments

Leave a Comment

Berita Lainnya

Bupati Labuhan Batu Terjaring OTT

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan Bupati Labuhan Batu Erik Adtrada Ritonga terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Ut

Kadis Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kota Bekasi Terjerat Kasus Dugaan Korupsi

KOTA BEKASI - Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Diskopukm) Kota Bekasi, YY ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Kota Bekasi beserta 3 orang l

Mantan Bupati Yapen Provinsi Papua Diduga Korupsi, Kotra Pangaru Datangi KPK

JAKARTA - Sejumlah masa mengatasnamakan Komunitas Transparansi Pengguna Anggaran Papua Baru (KOTRA PANGARU) lakukan aksi demonstrasi di gedung Komisi Pemberan

Rumah Firli Bahuri dan Dua Rumah Lain di Geledah Polda Metro Jaya

KOTA BEKASI - Penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Metro Jaya lakukan penggeledahan terhadap rumah Ketua KPK, Firli Bahuri dan dua rumah lainnya berlokasi di

NasDem Bantah Pernyataan KPK Terkait Aliran Dana dari SYL

JAKARTA - DPP Partai NasDem membantah pernyataan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait adanya aliran dana korupsi kadernya dan mantan Menteri Pertanian (Mentan)

Ada Dugaan Aliran Dana Tersangka SYL ke Partai Nasdem

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan aliran dana miliaran rupiah dari mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) ke Partai NasDem.