Ilustrasi. PALAPA POS/Istimewa
SOLO - Ekonom dari PT Bahana TWC Investment Management Budi Hitmat mengatakan sektor industri manufaktur akan menjadi penyelamat Indonesia di masa yang akan datang.
"Negara yang berjaya adalah yang kuat manufakturnya, seperti Amerika Serikat," katanya pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia dengan tema "Sinergi Untuk Ketahanan dan Pertumbuhan" di Kantor BI Surakarta, Rabu (12/12/2018).
Meski demikian, dikatakannya, untuk bisa menggeliatkan sektor manufaktur dalam negeri memerlukan waktu mengingat permasalahan Indonesia masih cukup kompleks, salah satunya infrastruktur.
"Selain itu, sumber daya manusia juga harus kuat diimbangi dengan kebijakan pemerintah yang bersifat mendorong sektor infrastruktur," katanya.
Terkait dengan hal itu, ia juga menyinggung bahwa arus modal asing sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan di Indonesia.
"Arus modal asing ini sekaligus untuk menekan risiko pelemahan rupiah," katanya.
Meski demikian, ia menegaskan utang yang dilakukan oleh pemerintah harus bersifat produktif, yang artinya tetap mampu bayar tanpa menurunkan daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, dikatakannya, masyarakat juga harus produktif. Ia menilai fokus pada peningkatan produktivitas, konservasi dan peningkatan nilai tambah, serta pengendalian konsumsi harus dipertahankan.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bandoe Widiarto mengatakan saat ini pemerintah tengah mendorong pertumbuhan produktivitas.
"Industri di bidang tekstil dan alas kaki perlu didorong untuk peningkatan ekspor dengan memanfaatkan 'global and regional supply chains'. Dalam hal ini, kemampuan produksi dalam negeri juga harus ditingkatkan untuk menekan impor," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memperkirakan subsektor yang akan memacu pertumbuhan manufaktur nasional pada tahun 2018, yaitu industri baja dan otomotif, elektronika, kimia, farmasi, serta makanan dan minuman.
Pihaknya berharap subsektor tersebut mampu mencapai target pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tahun ini sebesar 5,67 persen.
Adapun, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) industri nonmigas memberikan kontribusi sebesar 74,76 persen dari total ekspor nasional semester I tahun lalu yang mencapai Rp79,96 miliar.
Sedangkan dari sisi penerimaan pajak, industri menjadi penyumbang terbesar dari pajak dan cukai. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak dari sektor industri hingga triwulan III tahun lalu mencapai Rp224,95 triliun atau tumbuh 16,63 persen jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. (ant)
Comments
Leave a Comment