Terkait Kasus Dana Hibah, KPK Geledah Dua Rumah di Jatim
JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah dua rumah kediaman tersangka Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simandjuntak (STPS), dan rumah kediaman Koordinator Perencanaan dan Pendanaan Bappeda Provinsi Jawa Timur dalam penyidikan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah pada hari Kamis 19 Januari 2023.
"Tim penyidik telah selesai menggeledah beberapa lokasi di wilayah Jawa Timur," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, di Jakarta, Jumat (20/1/2023).
Melengkapi alat bukti dalam kasus suap tersebut, kata Ali, tim penyidik KPK juga melakukan penggeledahan pada tanggal 17 dan 18 Januari, di empat lokasi berbeda di Jatim, yakni, rumah kediaman Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim, rumah kediaman Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim, rumah kediaman anggota DPRD Provinsi Jatim dan rumah kediaman Kepala Bappeda Prov Jatim.
Barangan bukti ditemukan dan sudah diamankan berbagai dokumen dan alat elektronik yang masih terkait dengan penganggaran dana hibah.
Dalam kasus sup itu, penyidik KPK telah menetapkan empat orang tersangka, yakni, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) dan Rusdi (RS) selaku staf ahli STPS.
Pemberi, Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus selaku koordinator kelompok masyarakat (pokmas) Abdul Hamid (AH) dan koordinator lapangan pokmas Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng.
Kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan para tersangka untuk 20 hari ke depan, terhitung mulai 15 Desember 2022 sampai dengan 3 Januari 2023.
Tersangka STPS ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, RS dan AH ditahan di Rutan KPK pada Kaveling C1 Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK serta IW ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK.
Penerima, STPS dan RS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pemberi AH dan IW disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (red)