
Kendati sejumlah alat berat ini didatangkan dari PT TPL, Bumi Karsa dan Binamarga Simalungun disiagakan dan bekerja mengeruk lumpur disaat banjir lumpur menhantam jembatan Siduadua, namun tetap juga Jalinsum Parapat dilanada kemacetan yang mengular sampai puluhan kilomater. PALAPAPOS/Jes Sihotang
Semua Pihak Diimbau Hormati Kearifan Lokal dan Leluhur
SIMALUNGUN - Kejadian banjir lumpur yang melumpuhkan jembatan kembar di Lombang Siduadua (Jurang Siduadua), yang terletak di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Nagori (Desa) Sibaganding-Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, ternyata berdampak sistemik kepada sejumlah nadi penghasilan warga, perhotelan, para pedagang suvenir dan lainnya dengan taksiran kerugian miliaran rupiah.
Kejadian tidak diprediksi tersebut, membuat kita kembali diajak untuk instropeksi diri dengan meghoramati dan menjaga alam serta kearifan lokal lainnya. Pasalnya, banjir lumpur yang tidak terprediksi itu diperkirakan juga sudah lebih 30 kali meluncur ke bahu jembatan, tujuh kali menutup jembatan dan satu kali mengalami luncuran lumpur yang sangat dahsyat hingga memancar bagaikan 'Sungai Lumpur' muncrat sekitar 40 detik dengan tonase hampir 100 ton.
Peristiwa tersebut membuat jalinsum harus buka tutup dan sejumlah alat berat dikerahkan, namun begitu satu jalur terbuka, beberapa jam kemudian jembatan itu lumpuh lagi. Kendati dialihkan dari jalan alternatif Sitahoan Pondok Bulu, namun dari jalur itu tidak seindah yang dibayangkan pengendara. Hal tersebut akibat dari banyaknya pengendara yang nakal dan saling mendahului hingga membuat macet.
Kejadian itu pun diperparah dengan beberapa kecelakaan kecil disekitar Jalan Lintas Palang-Sipangan Bolon itu. Tentunya, kejadian itu menambah derita para pengendara yang kadang bermalam dan tidur didalam kendaraannya sambil menunggu arus lalulintas kembali lancar setelah beberapa jam kemudian.
Selanjutnya, dampak lain yang dirasakan dari kejadian itu, sejumlah wisatawan membatalkan pesanan hotel, membatalkan tujuan wisatanya ke Danau Toba, bahkan sejumlah pedagang yang biasa membuat stok barang persiapan akhir tahun justru tidak berkutik.
Sebagian besar pemilik warung dan restoran pun banyak yang gigit jari. Tidak hanya itu, penumpang kapal kayu bermotor dan speedboad drastis sepi, kendaraan yang diseberangkan ke Samosir via KMP Tao Toba I dan II juga sepi, bahkan KMP Ihan Batak juga terkadang berlayar tidak sesuai jadwal karena kendaraan yang akan dibawa tak sebanding lagi dengan biaya Operasional dari Pelabuhan Ajibata (Tobasa) tujuan Ambarita (Samosir).
Kejadian itupun dikaitkan kembali kepada instropeksi diri masing-masing, sebab ditengah upaya pemerintah memulihkan rasa percaya diri atas obyek Wisata Danau Toba pasca tenggelamnya KM Sinar Bangun yang sampai saat ini belum juga menunjukkan bangkai kapalnya, peristiwa beruntun terjadinya longsor dan banjir lumpur 'mirip lumpur Lapindo' seolah tak berhenti kerap muncrat dari ketinggian bantaran gunung Bangun Dolok.
Terkait musibah tersebut, semua pihak hendaknya dapat bermenung, merubah sikap, sifat, dan meningkatkan kesopansantunan dalam menghadapi wisatawan, sebab dikala tamu dan wisatawan kita tak bisa datang ke obyek wisata kita (daerah kita) ternyata sangat 'memilukan', karena uang yang dibawa mereka untuk dihabiskan selama berdarmawisata ternyata dibawa pulang karena tidak ada kesempatan berkunjung, sebab waktu liburan yang tersisa habis terkuras di antrean panjang bak ular tidur disepanjang jalan.
Semoga dikemudian hari antisipasi jelang akhir tahun baik dari sisi pembenahan infrastruktur, penanganan dini jikalau ada kejadian banjir dan longsor, antispasi pohon tumbang serta fenomena alam lainnya, kita tetap bekerja sama dan sama-sama terlebih membantu aparat kita serta bahu-membahu dalam segala hal apapun tanpa harus saling menyalahkan satu sama lain, semoga Tahun Baru 2019 ini tetap membawa kita dalam persahabatan yang hakiki dan murah rejeki. (jes)