
Kapolsek Parapat AKP Bambang Priyatno saat 'bermain' dengan salah satu hewan primata itu di Marsuse Monkey Protections Sibaganding-Parapat.. PALAPAPOS/Jes Sihotang
Pokdarwis Harus Dibawah BUMdes Sibaganding
SIMALUNGUN - Satu tahun sudah Badan Otorita Danau Toba (BODT) sejak Kementerian Pariwisata berpisah dari Menparpostel, baru kali ini obyek wisata Monkey Protections (penangkaran monyet) di bantaran sungai Marsuse, Nagori Sibaganding 'dikunjungi kembali' dan sepertinya akan hendak dipromosikan sebagai bagian dari objek wisata, setelah puluhan tahun terbengkalai membuat monyet jadi hama yang menjengkelkan.
Terkait dengan hal itu, menjamurnya Kelompok-kelompok yang notabene menjadi bagian dari pelopor wisata terbarukan, seperti Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) seharusnya menjadi bagian dari Desa atau Nagori/kelurahan daerah dimana ada obyek wisata terbarukan tersebut, seperti lokasi penangkaran monyet di kawasan Hutan Sibatuloting Marsuse
Sibaganding, yang bakal dilirik Pokdarwis Sibaganding, harus berada dibawah Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Nagori Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, agar kawasan wisata primata jenis monyet itu kelak bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah dari desa tersebut.
Untuk itu, baik sebagai pihak pengelola yang mengusahai kawasan Hutan dan jenis hewan yang ada didalamnya, bisa mengajukan anggaran pemeliharaan sekaligus untuk menjaga kesehatan hewan liar yang bisa dijinakkan pawangnya itu tentu dengan cara memanggil Mantri Hewan atau Dokter Hewan.
Hal itu dilakukan agar semua hewan jenis monyet itu bisa divalidasi dan kesehataannya sedikit lebih terjamin, agar tidak menimbulkan jenis penyakit baru, dikala si Monyet menggigit wisatawan. Pasalnya, hal itu bisa saja terjadi diluar nalar dan jangkauan kita disaat wisatawan asyik bermain dengan primata tersebut.
"Kami akan tetap mengontrol apa saja kegiatan dan siapa saja yang membuat kegiatan di Desa/Nagori kami ini, sebab apapun ceritanya kami adalah pemilik Desa bersama warga Nagori secara keseluruhan. Untuk itu, dalam bentuk aktifitas apapun, kami harap semua pihak wajib hukumnya berkordinasi dengan kami baik dalam melakukan tidakan maupun untuk konservasi, walau demi kebutuhan pariwsata sebagai penyangga pariwisata danau Toba," ujar Martno Wandi Bakkara (35), Pangulu Nagori Sibaganding, Jumat (7/12/2018).
Selanjutnya, Pokdarwis di desa harus dibwah BUMdes Sibaganding, sehingga kolaborasi kedepan termasuk untuk menunjukkan lokasi wisata terbarukan (yang tidak pernah dikunjungi), akan dipetakan sedemikian rupa agar dalam pengajuan proposal perbaikan dan revitalisasinya kepada pihak pemerintah atau kepada pihak ke tiga, tetap dalam pengaeasan pemerintah desa bersama Bumdesnya yang berlandaskan hukum.
Diketahui, monyet adalah anggota primata selain lemur, tarsius dan kera baik yang tinggal di dunia lama maupun dunia baru. "Berbeda dengan kera, biasanya monyet berukuran lebih kecil, namun memiliki ekor yang panjang sehingga ada sekitar 264 jenis-jenis monyet yang hidup di berbagai negara di dunia dengan jenis monyet mempunyai ciri khas nya masing-masing, tentu seperti yang ada di daerah kita ini," Ujar Martno.
Mengingat penangkaran monyet di Sibaganding dan pernah terkenal sampai keluar negeri, lalu menjadi rebutan lahan, membuat Umar Manik berjuluk 'pawang monyet' itu sempat keluar masuk hutan Sibaganding bersama 'Terompet' sipemanggil monyet-monyetnya itu.
Umar manik yang hanya jebolan kelas 3 SD itu, mulai mengurus monyet sejak tahun 80an. Lalu, sekitar tahun 1986, barulah Umar Manik mulai bisa mendidik dan bergaul dengan akrab dengan monyet-monyet yang ada disana dan setiap terompet tanduk itu ditiup, anjing pun ikut menganung tiupan terompet dari tanduk kerbau itupun didengar monyet dan mulai berdatangan secara bergerombol ke arah suara terompet tanduk di bantaran sungai Marsuse, sekira 300 meter dari jembatan kembar Sibaganding (batu Lubang).
Sekitar tahun 1989, mulailah tempat ini dikunjungi wisatawan, baik mancanegara maupun turis-turis lokal dengan jumlah kunjungan 50-200an wisatawan, tamu dari hotel yang berada dikawasan Parapat dan Pulau Samosir, kala itu.
Maka dengan cara mengembalikan kejayaan tempo dulu, tidaklah sulit karena dengankerjasama kita tetap baik dan harapan kami harus tetap kordinasi, sebab wilayah ini tidak terlepas dari puluhan obyek wisata lainnya, seperti Batu Gantung, Batu Gorga Mudar (Batu bertuliskan Darah manusia), Liang Partonunan (Gua), Liang (Gua) Singirngir, Losung (lesung) yang dulunya bisa terbang, dan sejumlah situs bersejarah lainnya di era Tuan Panahatan Sinaga.
Maka wajar, obyek wisata terbarukan ini harus terjaga dan harus pula saling meningkatkan rasa percaya diri, bahwa disuatu saat nanti obyek wisata ini akan sukses dan menjadi kawasan wisata yang dikunjungi wisatawan sebagai penyangga Danau Toba. (jes)