KPK Kembali Panggil Sekda Pemkot Bekasi
JAKARTA – Mendalami kasus Wali Kota nonaktif Rahmat Effendi, KPK kembali memanggil Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi Reny Hendrawati sebagai saksi.
"Reny Hendrawati diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rahmat Effendi,"kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (22/2/2022).
Sebelumnya Kamis (17/2/2022), Sekda Kota Bekasi, Reny Hendrawati diperiksa dan mengikuti langkah wakil rakyat itu terkait kasus yang melibatkan tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE).
BACA JUGA : Usai Ketua DPRD, Sekda Kota Bekasi Ikut Kembalikan Uang ke KPK
BACA JUGA : Chairoman J. Putro Pasrah Saat Ditanya Dana Rp 200 Juta
"Tim penyidik menerima pengembalian sejumlah uang dari saksi, dan niatnya akan dianalisa lebih lanjut untuk melengkapi berkas perkara tersangka Rahmat Effendi dan lainnya,"kata Ali Fikri,
Sebelumnya Kamis (6/1/2022). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi (RE) dan delapan orang lainnya tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan lelang jabatan di Pemerintahan Kota Bekasi.
Tersangka lainnya pemberi suap Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Penerima suap selain Rahmat Effendi (RE) yaitu, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin (MB), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY).
BACA JUGA : Barang Bukti Rp 5,7 M, KPK Tetapkan Wali Kota Bekasi Tersangka Korupsi
BACA JUGA : KPK OTT Wali Kota Bekasi Diduga Kaitan Lelang Jabatan dan PBJ
Atas perbuatannya, tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf f serta Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (atr/red)