Kerambah Jala Apung milik PT Regal Spring (PT Aquafarm) seolah melilit Danau Toba dengan tonase produksi yang melampaui aturan dan peraturan dan sesuai dengan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan. PALAPAPOS/Jes Sihotang

Anggota DPRD Sumut Berang dan Minta Amdal PT AN Ditinjau Kembali

TOBASA - Semenjak berubah nama perusahaan pengembakbiakan jutaan ikan ekor Nila di Danau Toba, PT Aquafarm Nusantara (PT AN) menjadi Regal Spring Indonesia (RSI) diduga menjadi kebiasaan dari perusahaan untuk mengubah imej.

Hal itu disampaikan salah seorang anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Richard Sidabutar, Selasa (25/6/2019) sekaligus meminta agar Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, secepat mungkin meninjau ulang Amdal perusahaan ke rambah jala apung terbesar seantero Danau Toba ini. 

Richard Sidabutar menambahkan, sampai saat ini ternyata PT AN (RSP) belum juga mengurangi Keramba Jaring Apung (KJA)-nya dari Danau Toba. 

"Jadi jangan kecoh kami saat pemindahan KJA dari Danau Toba Sibaganding (Parapat) yang dulu, mereka bukan mengurangi tapi memindahkan KJA raksasa itu ke kawasan lain, jadi KJA mereka masih terbentang dan seolah melilit Danau Toba hingga kerap menimbulkan persolan sosial dan lingkungan di kawasan itu sebab tak semua senang. Danau Toba ini dihantui "Aquarium Jelek" ditengah Danau Toba, yang kini digenjot  BODT menuju Deatinasi Wisata dengan anggaran miliaran rupiah," ujarnya. 

Selanjutnya, Richard menyoroti pelanggaran yang dilakukan PT Aquafarm Nusantara (sebelum berubah nama) dan tiga pelanggaran itu diantaranya dari sisi kapasitas produksi imana perusahaan KJA yang dulunya milik Pemodal dari negara Swiss melalui penanaman modal asing itu, ternyata masih memproduksi ikan di luar volume/tonase yang sudah diizinkan berdasarkan Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL). 

"PT Aquafarm (RSI) harus mentaati aturan sesuai Dokumen DPPL yang memberikan izin kapasitas produksi sebanyak 26.464.500 ekor atau 26.464,500 ton per tahun, namun kenyataannya mereka membangkang dan juatru melampau batas terasbut yakni 27.454.400 atau 27.454,400 ton per tahun, maka diperkirakan dalam setiap tahunnya pengusaha KJA milik PTAN itu over produksi sekitar  1.000.000 ekor atau 1.000 ton," tiap tahunnya," kata Richard.

Diakuinya, pelanggaran kedua dari sisi daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba. "Sesuai dengan keputusan Gubernur Sumut Nomor 660/4223/Tahun 2009 juga dinyatakan, apabila ternyata daya dukung dan daya tampung perairan Danau Toba tidak dapat lagi menerima dampak kegiatan KJA, maka dokumen lingkungan PT Aquafarm harus ditinjau namum sampai saat ini belum juga direvisi," ujar Richard berang. 

Jadi, ketiga Keputusan Gubernur Sumut Nomor: 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung Perairan Danau Toba terhadap Kegiatan KJA menyatakan, bahwa daya dukung maksimum Danau Toba untuk budi daya perikanan 10.000 ton ikan per tahun. "Artinya sudah melampuai banyak kapasitas. Sampai saat ini PT Aquafarm belum Selesai merevisi dokumennya," Ujar Sidabutar

Selanjutnya, Richard juga meminta agar pengambilan sampel air itu agar terbuka kepada masyarakat dan ada baiknya hasilnya juga dipublikasikan kepada masyarakat yang tinggal disekitar Danau Toba agar masyarakat mengetahui bagaimana hasil sebenarnya.

"Karena saya lihat sebagian besar masyarakat yang tinggal di pesisir Danau Toba sudah tidak mau lagi  mengkonsumsi air Danau Toba dan lebih memilih air gunung atau sumur bor dari sumber air yang ada diperbukitan yang jauhnya kadang mencapai 2-6 Km, padahal jarak air dari rumah ke Danau Toba bagikan dari pintu rumah belakang rumah sudah sampai di bibir pantai Danau, tetapi karena kadar dan kualitas airnya sudah diragukan, sebab selain KAJ milik PT AN, PT JAFPA dan milik sebahagian warga diseputaran danau diduga turut serta menyumbang limbahnya ke Danau Toba," tambah Ricard. (jes) 

Previous Post Polda Metro Jaya Siagakan 8.000 Personel Intensifkan Keamanan KPU
Next PostPDIP Bali Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali Jadi Ketua Umum