
Tidak hanya Pemkab Taput, tampak terpampang di tembok jalan menuju RSUD Tarutung penolakan melakukan pengukuran oleh pomparan Op Batu Rikkot Purba Pantom Hobol, Op Raja Moses Hutagalung dan Op Raja Renatoes Hutagalung. PALAPA POS/Alpon Situmorang
Ada Penolakan, Kantor ATR BPN Taput Batalkan Pengukuran Lahan RSUD Tarutung
TAPUT - Pengukuran yang seharusnya dijadwalkan Kamis (19/9/2019) dilakukan Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Tapanuli Utara akhirnya dibatalkan.
Pembatalan itu dilakukan akibat adanya pelayangan surat dari Pemerintah Taput melalui Direktur RSUD yang menolak lahan yang diklaim miliknya diukur.
Kepala Kantor ATR BPN Magdalena Sitorus via selular saat dihubungi mmembenarkan pembatalan pengukuran yang dijadwal hari ini. “Kan ada surat ke kami penolakan, ya pastinya kita tidak bisa melakukan pengukuran," kata dia.
Kalau dipaksakan nantinya, sebut Magdalena akan berpotensi keributan. “Kita tidak mau ribut, ya kita tunda dulu melihat perkembangan nantinya," tukasnya.
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara menolak keras pengukuran lahan RSUD Tarutung.
Penegasan ini sehubungan dengan dilayangkannya surat tertanggal 16 September dari Kementrian ATR BPN nomor 599/12.02.200/IX/2019 perihal undangan pengukuran sebidang tanah atas permohonan Biro Hukum HKBP Donda Laura yang akan dijadwalkan Kamis 19 September.
Direktur RSUD dr Janri Nababan membenarkan dilayangkannya surat keberatan dan penolakan pengukuran lahan RSUD Tarutung pada Selasa (17/9/2019).
Dikatakannya pengukuran yang disampaikan sepihak dan juga tidak berdasar melihat secara Defacto dan Yuridis HKBP belum pernah menguasai lahan RSUD.
"Kita sudah layangkan surat keberatan hari ini kepada Kepala ATR BPN Taput dan isinya berbagai alasan serta meminta tidak memaksakan pengukuran bidang tanah atas permintaan Biro Hukum HKBP," ujarnya.
Selain itu, sebut Janri HKBP belum pernah menguasai fisik ataupun menempatkan personil maupun peralatan di RSUD Tarutung.
Dalam isi surat penolakan tersebut dipaparkan Janri hasil konsultasi dengan Bagian Hukum Setdakab yakni secara Yuridis lahan dimaksud telah dimiliki secara syah berdasarkan pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945.
Kemudian berita acara serah terima satuan kerja, personil, peralatan dan dokumen RSUD dan sekolah perawat kesehatan Tarutung dari Pemerintah Provinsi dialihkan ke Pemkab no 849 tahun 2001. Dan lahan RSUD tercatat dalam asset Pemkab pada kartu invertarisir barang (KIB).
Secara Defacto, Janri menyebutkan bidang lahan bangunan dan personil dikuasai Pemkab sejak tahun 1945 sampai sekarang, pengelolaan manajemen dan penganggaran dilakukan Pemkab sejak tahun 1945.
“Selanjutnya surat dari masyarakat penduduk kampung Sialuoppu KK R Renatus Hutagalung dan KK Tertious Simamora tentang permohonan pengembalian lahan RSUD apabila diserahkan ke HKBP,” tukasnya.
Kabag Hukum Alboin Butar Butar senada mengatakan Pemkab keras menolak pengukuran lahan dengan dasar Yuridis dan Defacto.
"Kita sudah pernah mendaftarkan untuk sertifikat lahan tapi tidak diproses bahkan ditolak. Kita tidak tahu kenapa permohonan pengukuran oleh Biro HKBP diterima," sesalnya.
Selain itu Alboin menyebutkan, mediasi yang dilakukan tiga kali gagal dan belum ada titik temu. "Ini kenapa BPN memaksakan diri melakukan pengukuran karena masih ada klaim mengklaim," ujarnya.
Terpisah Biro Hukum HKBP Pearaja Betty Sihombing saat dikonfirmasi membenarkan meminta dilakukan pengukuran untuk inventerisasi asset.
Menurutnya pihaknya punya legalitas kepemilikan lahan RSUD Tarutung berupa surat sewa menyewa tahun 1960, Surat Gubernur Kepala Daerah (Urusan Otonomi Daerah ) Medan no: 5383/18/UUOTD/19 April/1961, SK Menkes 15 Desember 1954, Surat RMG yang menyatakan seluruh asset milik RMG baik dibeli serta dibangun diserahkan ke HKBP, surat pernyataan anak Tertoius Simamora yakni Viktir Purba tahun 2001 serta nota kesepakatan antara HKBP dan Pemkab Tahun 2016. (als)