Psikiater RSUD Tarutung, Dr Elisabet Situmeang, SpKJ. PALAPAPOS/Alfon Situmorang

TAPANULI UTARA - Kesepian dan Keramaian. Dua hal tersebut sangat bertolak belakang. Bagaimana mungkin seseorang mengalami kesepian di tempat yang ramai. Namun, disadari atau tidak, banyak orang yang merasakannya.

Kemajuan teknologi dan kecanggihan zaman yang seyogianya memberikan efek positif, di sisi lain bisa memberikan efek negatif, berupa tuntutan yang tinggi terhadap kemampuan seseorang. Persaingan dan tuntutan yang tinggi tersebut bisa mengakibatkan sifat individualistis dan kehidupan sosialisasi menjadi sangat berkurang. 

Akibatnya kebanyakan orang lebih terfokus pada diri sendiri, dan merasa tidak membutuhkan komunikasi dengan individu lain. Padahal tanpa disadari, sosialisasi dan komunikasi dengan orang lain merupakan salah satu kebutuhan psikis yang mendasar. 

Kondisi terbatasnya sosialisasi dan komunikasi dengan orang lain, tentunya dapat mengakibatkan seseorang enggan untuk membicarakan tekanan yang dialami kepada orang di sekitar. Akibatnya individu tersebut lebih memilih untuk memendam dan mencoba melupakan beban yang dia rasakan. 

Namun sayangnya, tidak semua individu bisa dengan mudahnya dapat melupakan beban atau tekanan yang dialami. Selain beratnya masalah yang dihadapi, ada beberapa faktor lain (genetik, trauma/pengalaman masa lalu, kondisi fisik, dll), yang membuat seorang individu berbeda dengan individu lain. 

Perbedaan ini, acapkali tidak dipahami orang di sekitar, sehingga ketika seseorang menceritakan keluhannya, mereka tidak jarang mendapatkan respon yang salah. Antara lain, menghakimi dan malah semakin menyudutkan. 
Saya mencoba memberikan beberapa contoh kalimat yang seringkali terucap saat seseorang mencurahkan isi hati atau menceritakan keluhannya kepada orang lain ‘ah entah apa yang kamu khawatirkan, seperti orang tidak ber-Tuhan’, atau ‘memang dasar tidak tahu bersyukur’, atau bisa juga ‘orang lain disana banyak yang punya beban lebih berat. Kamu gitu aja udah ngeluh’. Dan banyak berbagai respon lain yang akan mengakibatkan mental seseorang semakin tertekan.

Kondisi tersebut membuat seseorang akan memilih untuk diam karena merasa tidak ada yang memahami dirinya. Namun diam bukan berarti karena masalah selesai. Hal ini ibarat ‘fenomena gunung es’, terlihat tidak ada masalah, padahal ternyata masalah sudah dipendam sedalam-dalamnya. 

Fenomena inilah yang tentunya akan membuat individu tersebut ‘merasa kesepian dalam keramaian’. Lebih lanjut, ketika pertahanan diri individu tersebut sudah habis, maka akan terjadi berbagai macam kemungkinan. 
Mulai dari gangguan tidur, stress, cemas, depresi yang pada akhirnya memungkinkan untuk melakukan Percobaan Bunuh Diri. Perlu diketahui bahwa angka bunuh diri semakin hari semakin meningkat. Saat ini, data dari WHO menunjukkan bahwa satu orang meninggal dunia karena bunuh diri, setiap 40 detik.

Selanjutnya apa respon orang di sekitar ketika seseorang melakukan percobaan bunuh diri (berhasil maupun tidak)? Apakah mereka akan memberi empati? Belum tentu. Dari beberapa keluarga ataupun orang di sekitar pasien yang pernah saya tangani, saya seringkali menemukan sebuah ‘penghakiman’ yang lebih dahsyat lagi terhadap pasien. Misalnya ‘ya ampuuun, berdosa banget ya. Hanya karena itu aja bunuh diri?’. Atau ‘ealaaah hanya karena pacar jadi bunuh diri. Bodoh amat’.

Jika kita mencoba merenungkan, kira-kira apakah kalimat-kalimat tersebut membangun dan memberi efek positif pada orang lain. Di samping kita mungkin tidak sepenuhnya memahami persoalan mereka, kita juga tidak paham hal-hal lain (genetik, pengalaman masa lalu, kondisi fisik dan lainnya), juga mungkin memiliki peran dalam mengakibatkan mereka lebih rentan mengalami cemas, depresi sehingga lebih mudah untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Untuk sahabat yang merasa memiliki tekanan atau beban hidup yang dirasa sangat berat dan merasa hidup tak berguna, jangan pernah merasa sendiri. “Kalian tidak pernah sendiri. Mari bicarakan semua keluhanmu, untuk kehidupan yang lebih baik’.

Untuk orang di sekitar individu dengan kondisi rentan secara psikis, kita juga punya peranan untuk mencegah kejadian tersebut. Mari kenali beberapa tanda yang lama kelamaan bisa mengacu pada tindakan bunuh diri. 
Beberapa tanda yang harus kita waspadai, antara lain (1) Membicarakan keinginan untuk mati (misalnya mengucapkan kalimat ‘saya berharap tidak dilahirkan’, ‘saya ingin mati saja)’, (2) Mencari cara mematikan untuk bunuh diri (mencari racun, pistol untuk bunuh diri), (3) Putus asa akan masa depan (mengutarkan rasa tidak berdaya dan merasa hidup tidak akan jadi lebih baik ke depan), (4) Membenci atau menghujat diri sendiri (adanya perasaan malu dan bersalah, dan merasa menjadi beban untuk orang lain, (5) Mengatur segala hal untuk ditinggalkan (membuat surat wasiat), (6) Mengucapkan perpisahan (mengucapkan selamat tinggal), (7) Menarik diri dari orang lain (meningkatnya keinginan untuk sendiri, (8) Merusak diri sendiri (menyetir ugal-ugalan, memakai Napza). 

Jika kita menemukan beberapa gejala di atas, sebaiknya segera mencari bantuan dari professional yang bias membantu mengatasinya, dan jangan biarkan individu tersebut merasa sendiri dan tidak ada yang memahami. 
Mari bergandengan tangan mencegah bunuh diri.

Comments

Leave a Comment

Berita Lainnya

Jelang PPDB, Ini Harapan Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi

KOTA BEKASI - Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Evi Mafriningsianti berharap agar pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online tahun ajaran 2024/2025 bisa berjala

Kasus DBD Meningkat, Heri Purnomo Desak Dinkes Kota Bekasi Lebih Serius Penanganan

KOTA BEKASI - Merujuk data Dinas Kesehatan Kota Bekasi, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) mencapai 441 kasus sejak awal tahun hingga tanggal

Study Tour Sekolah Tidak Wajib, Anggota Komisi IV Desak Disdik Kota Bekasi Keluarkan SE

KOTA BEKASI - Orang tua siswa seringkali diberatkan dengan persoalan kegiatan study tour yang diadakan sekolah. Meski hal itu tidak

Fenomena Urbanisasi Masih Terjadi, Ini Kata Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi

KOTA BEKASI - Fenomena terkait urbanisasi sampai saat ini masih sering terjadi kota besar di Indonesia. Namun pada prinsipnya tidak ada larangan bagi siapapun yang hendak mela

Anggota Komisi III, Komarudi : Pemkot Bekasi Harus Maksimal Bantu UMKM

KOTA BEKASI - Guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Bekasi, Anggota Komisi III DPRD Kota Bekasi, Komarudin menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Bekasi dengan hal ini Dina

Minimalisir Aksi Tawuran Remaja di Kota Bekasi, Ketua Komisi IV Bilang Begini

KOTA BEKASI - Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Daradjat Kardono menegaskan Pemerintah Kota Bekasi harus aktif dalam mencegah aksi tawuran antar yang kia